Susi Ivvaty

Tur Balap Sepeda dan Perjalanan Budaya

Related Posts

Ini sekadar catatan dari liputan balap sepeda Speedy Tour d'Indonesia dari tanggal 23November sampai 4 Desember 2009 lalu. Maaf ya kalau terlambat posting. Biasaaaa penyakit malassss kronisss....Lomba balap sepeda ini digelar atas kerja sama antara Pengurus Besar Ikatan Sport Sepeda Indonesia (PB ISSI) dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom), khususnya Telkom Speedy.

Ini hanyalah tulisan yang tercecer, karena tulisan dan berita lain sudah dimuat di Kompas, hehehehe.....

TUR BALAP SEPEDA DAN PERJALANAN BUDAYA

Beberapa pebalap sepeda dan official dari tim Korea, Jepang, dan Iran terlihat asyik mengabadikan sendratari Dongkrek menjelang dimulainya etape tujuh Speedy Tour d’Indonesia di Madiun Jawa Timur, Minggu (29/11). Dongkrek persembahan grup Condro Budoyo Madiun ini bercerita tentang penolakan pada setan-setan penggoda gadis remaja. Melalui tongkatnya yang bertuah, seorang bapak tua berhasil mengusir para setan.

Para pebalap ini adalah mereka yang pada etape-etape sebelumnya gagal mencapai finis dan otomatis diskualifikasi, sehingga bisa lebih bersantai menikmati perjalanan. Adapun official sengaja memanfaatkan waktu dengan merekam pentas seni tradisi yang disuguhkan. “Kami merekam tarian-tariannya, meski tidak paham,” kata Daryush Mohammad Zadeh, mekanik tim Tabriz Petrochemical. Sehari sebelumnya saat finis di Madiun, para pebalap disuguhi Reog Ponorogo dengan cerita obyokan (bebas) dari grup Manggolo Krido.

Sepuluh kota yang menjadi tempat start maupun finis kompetisi ini dibikin sibuk dengan acara penyambutan. Semua kota mempertontonkan kekhasan seni tradisi dan kuliner daerah masing-masing. Di Purwokerto, misalnya, rombongan TdI disuguhi mendoan yang digoreng langsung di samping pendopo pemkot sehingga bisa disantap selagi masih panas. Tak terlihat ada pebalap yang ikut mencicipi, mungkin karena mereka dilarang mengudap makanan berlemak. Namun para kru tim, panitia, dan anggota rombongan lain langsung menyerbu penggorengan seperti tentara dikomando perang. Mendoan pun ludes.

Di Bandung, para penari molek dari STSI Bandung membawakan tari Jaipong Kembang Tanjung sebelum para pebalap beraksi untuk etape dua menuju Tasikmalaya. Sementara di Yogyakarta, rombongan dilepas dengan tarian topeng ireng dari Paguyuban Topeng Ireng Siswo Kawedar, Sleman. Tarian yang diadaptasi dari cerita di pedalaman Kalimantan ini menceritakan bersatunya manusia dan alam, termasuk para binatang di hutan. “Selain cerita hewan, cerita topeng ireng juga bisa untuk perayaan hari besar. Ada pula cerita humor. Topeng ireng ini asalnya memang dari Kalimantan, dan kami sengaja menyebarkannya dengan sedikit modifikasi,” tutur Subardi, pemimpin paguyuban.

Di Banyuwangi, sajian tarian tradisi hanya dilakukan seusai finis dari Probolinggo karena tidak ada proses start dari kota paling timur di Jawa Timur ini. Tarian Gandrung Jejer Jaran Dawuk diperagakan empat dara cantik dari sanggar tari Sayu Gringsing Banyuwangi. “Ini tarian khas Banyuwangi, khusus untuk penyambutan tamu,” kata seorang penari. Tari penyambutan tamu juga dilenggokkan empat penari ayu dari sanggar tari Satya Laksana, Negara, Jembrana Bali. Mereka membawakan tari Bakti Marga dengan tabuh jegog dari grup Bajra Iswara, Negara, Jembrana.

Wisata

Selain bisa menikmati makanan khas dan suguhan seni tradisi, rombongan juga mencuri waktu untuk berwisata dan berbelanja. Libur sehari di Yogyakarta dimanfaatkan Road Bike Phils 7 Eleven Racing Team dari Filipina untuk memasak di apartemen. “Saya mau berbelanja ikan dan udang untuk memasak sup sinigang. Kami sudah cukup menikmati masakan Indonesia, saat ini kami ingin kembali dulu ke Filipina,” kata Ric Rodriguez, direktur tim dari Filipina ini sewaktu di Yogyakarta.

Pada TdI 2008, tim-tim dari Iran sempat berwisata ke Kebun Binatang Gembiro Loka Yogyakarta. Kali ini, tim Iran berencana menyambangi Candi Prambanan. Namun, karena pada Jumat (27/11) cuaca kurang bersahabat dan Yogyakarta terus diguyur hujan, rencana pun diurungkan. Beberapa kru dari tim Iran pun menggantinya dengan berlibur ke gunung Bromo dan sempat menunggang kuda di sana.

“Kami menikmati setiap tur di Indonesia karena pemandangannya indah. Kami selalu tidak sabar untuk segera sampai ke Bali dan pergi ke pantai,” kata Zadeh.

Begitulah, kompetisi balap sepeda ini tidak sekadar menjadi sebuah peristiwa olahraga semata namun juga barangkali sebuah perjalanan budaya sejauh lebih dari seribu kilometer. Para pebalap berikut rombongan TdI melewati simbol-simbol etnik tidak hanya berupa tarian dan nyanyian namun juga bahasa dan kuliner. Jika di Yogyakarta mereka akan menjumpai gudeg di mana-mana, di Banyuwangi mereka akan berjumpa dengan rujak soto dan nasi tempong yang sambelnya super pedas sehingga rasanya seperti ditempong (ditampar) itu.

Budaya di sini juga termasuk bagaimana suatu kota atau kabupaten menata kotanya. Kita akan berhadapan dengan budaya bersih dan budaya jorok. Akan terlihat kota mana yang sungguh bersih tertata, dan kota mana yang tidak dapat menyembunyikan onggokan sampah di pinggir jalan.

Para peserta TdI 2009, khususnya tim dari Indonesia, juga akan segera mengerti karakteristik masyarakat kota tertentu, misalnya dengan mendengarkan radio di kota itu. Coba putar, misalnya, saluran radio di Probolinggo pada malam hari. Alhasil akan mengalun lagu-lagu dangdut di sejumlah saluran, sementara beberapa saluran lain memutar lagu pop Indonesia tahun 70-80-an. “Di bukit indah berbunga.. kau mengajak aku ke sana….,” suara mendesah Uchi Bing Slamet menyeruak di satu saluran. Dan kami pun mulai terkantuk-kantuk.


About the Author
susiivvaty

Share a little biographical information to fill out your profile. This may be shown publicly. Share a little biographical information to fill out your profile

No comments :

Leave a Reply

Our mission of increasing global understanding through exploration, geography education, and research.