Susi Ivvaty

Menyambangi Genova Italia

Related Posts

Menyambangi Kota Pelabuhan Genova



Tanggal 25 September 2013 pukul 11.30. Kereta Trenitalia mulai meninggalkan stasiun Centrale, Milan, menuju Principe Genova. ”Waktu tempuhnya kira-kira satu setengah jam,” begitu kata petugas. Dimulailah pemandangan khas saat kereta melewati pinggiran kota. Hamparan sawah mengering. Kandang kuda. Tiang-tiang listrik dengan kabel melengkung-lengkung. Harmoni....
Selalu ada perasaan asing yang menggelitik ketika sendirian menumpang kereta bersama orang-orang yang tidak kita kenal dan bahasa yang tak kita pahami. Tampak bangunan luas semacam pabrik dengan kontainer-kontainer yang terparkir di halaman. Kuda bercengkerama dengan angsa-angsa. 

Kereta melewati sungai dengan air yang tenang, melewati Stasiun Pavia, lalu Voghera, Tortona, dan Ronco S Mignanego. Seorang bapak tua membaca koran persis di depan saya. Teliti sekali ia membuka lembar demi lembar, sepertinya semua berita ia baca, kata per kata.

Mulai lapar. Seorang petugas lewat menawarkan camilan dan minuman. Ah, kebetulan. Camilan renyah Pringles isi 40 gram seharga 4,5 euro atau Rp 67.000. Mahalnyaaaa ih....

Akhirnya, 1 jam 30 menit pun berlalu dan kereta berhenti di Stasium Principe. Tujuan saya selanjutnya adalah Restoran Borobudur di Via Canneto Lungo. Dari Principe, saya berjalan kaki mencari stasiun Metro terdekat untuk menuju ke Stasiun San Giorgio. Hanya melewati dua stasiun untuk sampai ke San Giorgio. Sampai. 

Kota pelabuhan




Genoa atau Genova itu kota pantai, kota pelabuhan, kata Septianingsih (26), warga Indonesia yang telah menetap di Genova sejak 2007. Jika melihat peta, memang posisi kota ini berada di sisi selatan Italia yang berimpitan dengan Laut Mediterania. 

Pelabuhan Genoa termasuk pelabuhan utama dan tersibuk di Italia yang berbatasan dengan Laut Mediterania. Selain untuk terminal penumpang, pelabuhan ini menjadi jalur perdagangan dengan kapal-kapal kargo yang merapat setiap hari. 

”Kadang-kadang ada sejumlah orang Indonesia yang bekerja di kapal mampir ke restoran kami jika kapal sandar,” kata Michael Manurung, pemilik Restoran Borobudur, satu-satunya restoran Indonesia di Genova, bahkan di Italia. 

Membaca sejarah yang ditempel di papan kayu berpigura kaca yang ditancapkan di tanah, pelabuhan ini memang berumur tua. Pelabuhan dibuka pada tahun 1000. Luas keseluruhan mencapai 1.200 hektar, meliputi 700 hektar tanah dan 500 hektar air. 

Jaringan rel kereta api pertama kali membelah Genova pada 1854, yang menghubungkan kota ini dengan Turin. Ada dua stasiun, untuk penumpang kereta di Piazza Principe dan untuk di Piazza Caricamento. Upacara peresmiannya dilakukan di pelabuhan Genoa ini.

Cuaca sore itu mendung. Langit mulai gelap, tetapi hujan tidak kunjung turun. Udara makin dingin saat saya berkeliling pelabuhan yang riuh. Rupanya ada semacam bazar barang-barang murah, mulai baju, sendal, hingga aksesori.

Katedral




Puas mengakrabi pelabuhan, saya pun mulai berjalan ke arah Katedral St Lorenzo, katedral kuno dan besar yang menjadi ikon Genova. Saya mencari lokasi itu melalui gang-gang sempit, belok kanan, kiri, lurus, ke kiri lagi. Gang-gang itu persis seperti yang tergambar di film-film.

Sampailah saya ke katedral dan langsung terkagum-kagum melihat kemegahan dan kekokohan bangunannya. Arsitektur abad ke-6 Masehi memang mengagumkan. Kendati katedral dipugar pada abad ke-15, pemugaran hanya terbatas di bagian lantai, kubah, dan lorong-lorong.

Dari katedral saya berjalan lagi menuju semacam alun-alun tempat nongkrong, yakni Piazza di Ferrari. Air mancur melengkung yang membentuk bundaran di tengah alun-alun membuat segar suasana. Kayaknya asyik, nih, duduk sebentar sambil selonjoran di dekat air mancur.

Saya terus berjalan dan berjalan, menyusuri jalan-jalan yang penuh toko baju. Nama jalannya lucu karena mengutip nama bulan. Jalan Settembre, Ottobre, Dicembre. Kontur tanah yang naik-turun membuat kaki lama-lama terasa pegal.

Saya memutuskan kembali ke arah pelabuhan, menuju Restoran Borobudur. Jam makan malam sebentar lagi mulai. Sampai di Borobudur, saya memesan menu Sumatera, terdiri dari resoles, nasi goreng, kari ayam, babi lada hitam (saya ganti dengan sayuran), dan pencuci mulut ganebak telur.

”Hari ini ulang tahun resto kami yang ke-9,” kata Michael. Wah, kok bisa pas, ya.... Saatnya makan sepuasnya, sebelum kembali lagi ke Milan dengan menumpang kereta terakhir pukul 21.15. (Kompas Siang, 9 November 2013)




About the Author
susiivvaty

Share a little biographical information to fill out your profile. This may be shown publicly. Share a little biographical information to fill out your profile

No comments :

Leave a Reply

Our mission of increasing global understanding through exploration, geography education, and research.