Susi Ivvaty

Menghabiskan Malam di Naviglio

Related Posts

Suatu Malam di Naviglio



Pukul 18.00, langit masih terang. Agaknya matahari enggan tenggelam. Ada yang menggeliat di Naviglio, Milan, Italia, pada waktu sesore itu. Para pekerja bar yang berderet di sisi kiri dan kanan kanal mulai sibuk. Mereka menjemput malam yang selalu terasa panjang di Naviglio.

Di sini, happy hour berlangsung setiap hari selama tujuh hari, dari waktu makan malam sampai pukul dua dini hari. Nonstop, tidak berhenti,” kata karyawan bar Stand By Me.

Saya pun tertarik. Happy hour, cocok sekali. Malam ada- lah saat bersenang-senang. Ada bir, pasta, camilan lucu-lucu, sisha, dan obrolan seru bersama kenalan baru. Membayangkan saja rasanya sudah asyik.

Mulanya saya mencari lokasi Naviglio atau Navigli itu di peta. Dapat. Dari Duomo, naik kereta bawah tanah atau metro jalur M2 lantas turun di stasiun Porta Genova. Dari sana, Naviglio bisa dicapai dengan ber- jalan kaki sekitar 15-an menit. Gampang sekali, meski tidak semua orang di sekitar stasiun tahu Naviglio. Beberapa peda- gang baju asal Filipina pun menggelengkan kepala.

Kanal yang terintegrasi

Nama Navigli mulanya merujuk pada sistem integrasi kanal-kanal di Milan. Lima kanal yang saling terkoneksi itu meliputi Naviglio Grande, Naviglio Pavese, Naviglio Martesana, Naviglio di Paderno, dan Naviglio di Bereguardo. Tiga kanal pertama saling terhubung melewati Jalan Fossa Interna dan dikenal sebagai lingkaran dalam.

Kanal yang saya kunjungi di Jalan Navigli adalah kanal Naviglio Grande dan Pavese. Itu pun hanya satu bagian atau sa- tu titik dari kanal yang panjangnya 49,9 kilometer itu. Lebar kanal Naviglio Grande ber- variasi mulai 22 hingga 50 me- ter dari Tornavento ke Abbia- tegrasso, lalu menyempit men-jadi 15 meter dari Abbiategrasso hingga Milan.

Menurut berbagai sumber di internet, juga para karyawan resto di sisi Naviglio, tempat yang saya kunjungi itu adalah yang paling ramai. Sejak menjadi kawasan komersial pada 1960-an, Naviglio Grande men- jadi salah satu titik yang banyak dikunjungi wisatawan.

Naviglio Grande sangat penting dalam sistem ”navigli” di Milan. Pada 1258, Naviglio
Grande mencapai Milan. ”Dulu, katanya sungai ini ramai untuk transportasi. Ribuan perahu le- wat sini. Pada 1980-an, mungkin, sungainya buat irigasi, katanya,” ujar Bruno, karyawan bar.

Ah, saya sebenarnya tidak terlalu peduli pada cerita itu, setidaknya sore itu, 23 September2013. Saya lebih penasaran pada happy hour itu, yang katanya sampai dini hari.Sebelum masuk bar, saya mampir dulu ke toko krepes, Rinomata Gelateria Artigiana di persimpangan Naviglio Grande dan Pavese. Tertulis di papan di depan toko: crepes, granite, frullati: con prodotti di pasti- cceria. Saya buru-buru membuka menu translation di ponsel. Intinya, toko ini menjual krepes sebagai menu utama, lantas ada minuman, jus, dan beragam kue.

Ya sudah, saya memesan krepes. Wah, besar juga, dan cokelatnya banyak luar biasa. Pasti bikin kenyang. Saya berencana menghabiskan sete- ngahnya saja, tetapi ternyata saya lupa diri karena saking enaknya hingga akhirnya ludes des.

Sore beringsut ke malam. Kursi-kursi bar sudah dikeluarkan semua, memenuhi separuh jalan di sisi kanan dan kiri sungai atau kanal. Saya berjalan menyusuri kedua sisi, memilih yang kira-kira asyik untuk du- duk, minum, dan ngobrol dengan tamu bar. Sudah pukul 20.00, akhirnya saya berhenti di
Stand By Me.

Sekelompok anak muda riuh bercerita mengenai pengalaman hidup mereka sambil menyedot sisha. Boleh nimbrung?” tanya saya. ”Come on, sit here,” kata Ahmed yang berasal dari Turki.

”Untuk happy hour, cukup membayar 8 euro dan Anda mendapatkan satu minuman dengan makanan. Makanannya ambil sepuasnya,” lanjutnya. Ada pasta dengan saus pesto, lalu kacang polong asin pedas dan kue-kue pastry.

Dua gelas, tiga gelas, hingga akhirnya empat gelas coke saya habiskan. Cukuplah. Saya men- dengarkan celoteh para pemuda-pemudi ini sambil melamun. Benak saya menyanyikan lagu ”Somewhere beyond the sea.... Somewhere waiting for me...." yang disambung lagunya KLa Project, "Walau apa terjadi tetap aku ikuti... Cinta yang memanggilku ke jalan terjal berliku... Hooo hooo....."

Jarum jam menunjuk pukul 22.00. Saya bergegas pamit. Kereta terakhir pukul berapa, ya? ”Hai, happy hour sampai pukul 2 dini hari,” teriak karyawan bar. Sayang, saya sudah mengantuk. Lain kali kembali lagi, tetapi saya tidak berjanji. (Kompas, 19 Oktober 2013)



About the Author
susiivvaty

Share a little biographical information to fill out your profile. This may be shown publicly. Share a little biographical information to fill out your profile

No comments :

Leave a Reply

Our mission of increasing global understanding through exploration, geography education, and research.